Header ads

» » Kesaksian pribadi; Berusaha lebih sehat dengan Personal Vaporizer

Berusaha lebih sehat dengan Personal Vaporizer

(Untuk diketahui, ini bukan tulisan iklan atau promosi, hanya pengalaman pribadi penulis)


Saya punya hobi dan maenan baru sejak bulan maret 2011 kemaren. Namanya Personal Vaporizer, atau kebanyakan orang lebih mengenalnya dengan sebutan Electronic Cigarette atau Rokok Elektrik. Sebelum bercerita lebih jauh soal Personal Vaporizer, saya bakal cerita dulu latar belakang saya berpindah dari rokok konvensional ke Personal Vaporizer.
Sebelumnya saya adalah seorang perokok yang lumayan berat. Awal saya menjadi perokok aktif sih sebenernya dah dimulai dari zaman SMA dulu, tepatnya kelas 2, tahun 2000. Saat itu, saya paling cuman ngabisin sebatang rokok A Mild sewaktu istirahat sekolah. Sewaktu kelas 3 SMA dan hampir lulus, saya sempet berhenti merokok setelah belajar pelajaran Biologi di sekolah. Pak Safari, guru Biologi kami, menjelaskan bahwa orang yang merokok bisa terkena sinusitis, yaitu adanya benjolan di lubang hidung. Akibatnya bisa susah nafas karena lubang hidung tersumbat. Mendengar penjelasan seperti itu tentu saja saya langsung ketakutan. Saya ga mau lah sampe kena sinusitis dan jadi susah nafas. Saya terus berhenti merokok sampe lulus kuliah, bimbel persiapan UMPTN, dan sampe semester 1 kuliah. Tapi, gara-gara banyak temen yang merokok akhirnya di penghujung semester 1 pun saya kembali merokok. Waktu itu, rokok A-Mild banyak yang jual ketengan alias batangan di warung-warung ataupun penjual kaki lima di sekitar kampus Unila. Dengan 1000 rupiah saya dah bisa dapet 3 batang rokok (saya lupa harga per bungkusnya berapa waktu itu). Akhirnya intensitas merokok saya meningkat jadi 3 batang sehari. Bahkan saya sering beli rokok langsung 1 bungkus tapi tidak dlangsung diembat dalam sehari. Paling baru abis 3 atau 4 hari. Saya beli rokok langsung sebungkus isi 16 batang karena perhitungannya memang lebih murah sih jatuhnya. O, iya, FYI, di kotak rokok A-Mild dituliskan kandungan TAR-nya sebesar 14mg dan kandungan nikotin-nya sebesar 1,0mg. Sampe sekarang saya juga tetep belum ngerti arti tulisan itu. Entah itungannya per batang atau per bungkus (16 batang). Tapi kayaknya sih emang per batang.
Seiring perjalanan waktu (ceilee…), rokok A-Mild semakin mendapat tempat di hati konsumennya, yaitu perokok. Akibatnya adalah harga rokok A-Mild pun naik, yang tadinya 1000 per 3 batang berubah menjadi 500 per batang. Buat mahasiswa seperti saya dan temen-temen lainnya, kenaikan ini lumayan bikin repot, soalnya kami dah lumayan kecanduan rokok. Masak iya harus terus merokok A-Mild yang bentuknya kecil gitu dengan harga yang mulai mahal.
Akhirnya saya dan temen-temen mulai mencari alternatif lain pengganti A-Mild. Pilihannya ada dua, yaitu Gudang Garam International atau lebih sering disebut GP dan Gudang Garam Surya atau sering disebut Surya saja. Rokok GP dan Surya ukuran diameternya bisa dibilang sama. Harga perbatangnya pun sama, yaitu 500 rupiah. Nah, yang membedakan keduanya adalah panjangnya. Rokok Surya lebih panjang daripada GP. Kami berasumsi, dengan harga yang sama, Surya bakalan lebih awet disedot dibanding GP. Disini saja kami sudah berhitung sampe sejauh itu hahaha… maklum, keuangan mahasiswa kan terbatas, jadi semua harus dihitung se-masuk akal mungkin hahaha…
Akhirnya terjadi perubahan merk rokok yang disedot oleh saya dan temen-temen kuliah. Surya pun mulai populer dikalangan mahasiswa Unila, terutama dikalangan saya dan temen-temen. Tapi ada satu efek samping yang kami kesampingkan sewaktu berpindah dari A-Mild ke Surya. Dengan konsumsi yang sama, yaitu 3 batang per hari, kami telah mengkonsumsi TAR dan Nikotin lebih banyak dari sebelumnya. Ditambah lagi dengan perubahan konsumsi rokok yang semula 3 batang sehari menjadi 4 atau 5 batang sehari karena meningkatnya tingkat kecanduan terhadap rokok. Kandungan TAR di Surya adalah 30mg dan kandungan Nikotin-nya 1.8mg. Coba dandingkan dengan A-Mild (TAR 14mg, Nikotin 1,0 mg). Kandungan TAR di Surya lebih dari dua kali lipat dibanding A-Mild, dan Nikotin-nya hampir dua kali lipat. Tapi hal seperti ini tidak kami perhatikan. Yang ada di pikiran saya cuman ngebul dan ngebul. Perbedaan lainnya adalah hisapan rokok Surya lebih berat dibanding A-Mild. Efeknya ya pasti ke nafas yang bakal lebih mudah ngos-ngosan. Tapi ya gitu deh, kembali ke filsafat sebelumnya, yang penting ngebul dan ngebul.
Konsumsi rokok Surya yang ga sampe setengah bungkus (8 batang) per hari ini terus berlangsung sampe semester 7 kuliah saya. Beberapa teman saya udah banyak yang berpindah ke GP atau kembali ke A-Mild karena ga tahan dengan beratnya hisapan rokok Surya dan alasan inget kesehatan. Nah, saya yang kelimpungan. Saya dah coba kembali ke A-Mild tapi hasilnya Nol Besar alias ga berhasil. Mulut dan pernafasannya saya sudah terbiasa dengan level beratnya hisapan Surya. Bahkan pernah saya coba merokok A-Mild langsung 2 batang sekaligus, tapi ga berhasil juga. Dua batang A-Mild yang saya bakar sekaligus dan dihisap dua-duanya masih belum bisa menyamai beratnya hisapan Surya. A-Mild jadi terasa hambar di mulut saya. Well, mau diapain lagi, saya terima nasib aja deh. Saya cuma bisa merokok yang berat-berat sekelas Surya dan Dji Sam Soe kretek.
Begitu saya kerja dan bisa cari duit sendiri, konsumsi rokok saya semakin menggila. Saya yang tadinya ga sampe ngabisin satu bungkus Surya dalam 24 jam meningkat menjadi dua bungkus sehari alias 2×16 = 32 batang, GILA…. Hal itu terjadi karena beban kerja saya yang boleh dibilang super berat. Saya sampe harus sering begadang untuk ngejar deadline kerjaan. Hal seperti ini terus terjadi sampe dua tahun. Lama-lama saya mikir juga, masak iya badan saya harus diancurin oleh rokok dengan cara seperti ini? sayang amat!!! Akhirnya saya coba nurunin konsumsi rokok saya ke level satu bungkus per hari alias 16 batang saja. Usaha ini akhirnya berhasil dalam waktu setengah tahun (lama juga ya?)
Atasan saya yang juga merokok sering ngata-ngatain saya kalo saya merokok Surya. Katanya “orang yang udah tua aja ngerokoknya A-Mild, masak bujang ngerokoknya Surya? ga keren banget?”. Saya terus berkilah bahwa saya merokok ga ada hubungannya ama gaya, tapi ini masalah selera bung. Dan saya tetep merokok Surya hahaha, dasar keras kepala. Lain lagi dengan teman kerja saya yang perempuan. Kebetulan duduknya didepan meja saya. Dia kebagian asep rokok saya karena ada AC di belakang saya. Akibatnya, walupun ruangan kami ber-AC, jendelanya tetep dibuka buat ngeluarin asep rokok. Selain saya juga temen kerja lain yang laki-laki dan se-ruangan dengan saya juga hampir semuanya merokok. Cocok… para ibu-ibu dan perempuan lainnya akhirnya cuma bisa jadi perokok pasif. Tiap ditegur, saya cuma berkilah “kalo ga mau kena bahaya menjadi perokok pasif, ya jadi perokok aktif sekalian aja, kan katanya resikonya lebih kecil tuh”. Akhirnya mereka cuman ngelus dada.. sabar sabar….
Sejak November 2009, saya mulai belajar belanja lewat internet. Forum jual beli (FJB) yang lumayan terkenal adalah FJB Kaskus. Awalnya saya beli access point untuk di rumah, lalu beli buku komik untuk koleksi, handphone dan aksesorisnya, jam tangan, alat proteksi diri, jaket, batere laptop untuk adek, sampe gorden. Semua transaksi dilakukan lewat internet dan transfer bank. Rata-rata penjualnya ada di jakarta. Jadi barang dikirim pake TIKI, POS, atau JNE ke alamat kantor saya. Alhamdulliah sampe sekarang saya ga pernah kena tipu lewat dunia maya ini. Beberapa temen kantor heran karena saya berani beli barang lewat internet yang komunikasinya paling kenceng lewat telepon atau sms. Maklum, mereka belum begitu familiar dengan e-shopping. Nah, awalnya saya gabung di kaskus cuma buat beli-beli barang yang ga ada di Baturaja atau yang harganya lebih murah dibandingkan harga di Baturaja. Nah, mulai awal tahun 2011 ini saya mulai aktif di beberapa forum yang membahas beberapa topik yang menarik buat saya dan saya perlukan. Contohnya adalah forum handphone Samsung C-6625 aka valencia. Maklum, saya beli HP itu juga via FJB Kaskus dan pengen mengoptimalkan pemakaiannya, terutama fasilitas GPS-nya. Setelah puas dengan forum handphone ini, saya mulai buka-buka beberapa forum lain. Akhirnya saya menemukan sebuah forum dengan topik yang menarik, yaitu Electronic Cigarette Lounge. Saya mulai baca-baca dan semakin tertarik. Hal yang paling menarik adalah Electronic Cigarette bisa jadi alternatif pengganti rokok konvensional atau mengurangi kebiasaan merokok, bahkan berhenti merokok. Saya mungkin baca sampe ratusan halaman untuk nyari tahu apa itu Electronic Cigarette. Akhirnya saya menghubungi salah satu penjual di FJB Kaskus dan membeli sebuah starter kit Electronic Cigarette Black Box (yang kemudian baru ketahuan bahwa itu termasuk PV kelas Low End). Harganya kalo ga salah 70 ribu, ditambah satu batere cadangan dan dua kotak refill liquidnya plus ongkos kirim akhirnya totalnya 130.000 perak. Setelah saya beli starter kit tersebut, saya baru berani ikutan nimbrung di Electronic Cigarette Lounge. Rupanya ada forum lain yang sejenis yang namanya PV Lounge. Bahasannya sebenernya sama, dan orang-orangnya pun juga sama, tapi disini lebih menekankan bahwa Personal vaporizer bukanlah sebuah rokok. Makanya disitu istilah Electronic Cigarette dibuang jauh-jauh. Hal ini dilakukan supaya citra PV tidak disamakan dengan rokok (cigarette). Intinya, PV itu mengeluarkan vapor (uap) yang sekilas terlihat seperti asap. Sedangkan rokok memang menghasilkan asap. Tentu ente ngerti kan, Vapor (uap) tidak sama dengan Smoke (asap). Makanya orang yang sedang merokok disebut smoking dan yang sedang make PV disebut vaping.
Setelah banyak ngobrol dan diskusi di PV Lounge itu, saya dapet penjelasan yang semakin meyakinkan saya bahwa Personal Vaporizer bisa menjadi alternatif pengganti rokok konvensional yang selama ini saya konsumsi. Tapi, kelemahan beberapa device PV adalah pada kekuatan batere. Rata-rata baterenya hanya mampu bertahan 6 jam untuk heavy vaping, paling lama juga 16 jam. Nah, yang mau dibuat adalah PV dengan kapasitas batere yang bisa tahan 4-5 hari. Enak kan, ga perlu bolak-balik ngecharge batere. Akhirnya saya dan seorang teman penghuni PV Lounge dari Garut melakukan kerjasama untuk membuat sendiri PV yang bisa memenuhi kebutuhan kami. Istilahnya adalah Box Mod.
Karena ada part yang susah nyarinya di Indonesia, akhirnya saya pesen ke seller di China melalui situs jual beli ebay (pake jasa pembelian di ebay). Yang susah nyarinya itu adalah button switch horn type dan LED VOltage indicator. Kedua barang itu akhirnya saya minta untuk dikirim ke Garut. Saya juga memesan dua buah batere Trustfire 18650 berikut chargernya. Batere jenis ini agak susah nyarinya di Indonesia. Apalagi di toko-toko elektronik biasa, hampir dijamin ga dapet. Ada juga yang jual di FJB Kaskus waktu itu, tapi ya termasuk mahal. Barang yang dipesan akhirnya sampai dalam waktu dua minggu, baik yang ke saya maupun yang ke Garut. Dalam beberapa hari, PV pesanan saya pun selesai dirakit oleh teman Pembuat PV di Garut.
ini penampakannya…
Yudi Personal Vaporizer
Personal Vaporizer Made in Garut ditambah MAP Tank
Well, saya ga akan bercerita bagaimana PV itu bekerja. Kalian bisa search di google dengan keyword Personal Vaporizer. Ada banyak kok penjelasannya disana, asal mau ngeluangin waktu untuk baca. Atau mampir aja di PV Lounge Kaskus. Dengan senang hati penghuninya bakal menjawab semua pertanyaan kalian.
Nah, yang akan saya ceritakan lebih kepada pengalaman saya setelah memakai PV dalam waktu maret – juli ini. Baru beberapa bulan sih, tapi saya sudah bisa menjelaskan keuntungannya dibandingkan rokok konvensional yang menggunakan tembakau.
Seperti yang saya ceritain sebelumnya, awalnya saya pake PV kelas Low End, yaitu Black Box electronic cigarette. Liquid (cairan perasa) yang saya coba adalah rasa cherry, gudang garam, dan djarum. Awalnya saya batuk dan mau muntah dengan rasa yang dihasilkan PV ini. Agak gatel gitu deh. Rasanya juga aneh, bikin perut mules. Tapi karena niat untuk berhenti merokok sudah kuat, saya tahan aja. Baru dua hari, saya udah terbiasa dengan rasa yang dihasilkan liquid PV ini. Tapi baru seminggu, persediaan liquid saya dah abis. Akhirnya saya tergoda untuk kembali ke rokok konvensional saya sebelumnya, yaitu Surya. Saya pun minta sebatang rokok Surya ke temen kerja saya. Baru juga ngisep dua-tiga hisapan, dada saya rasanya mau pecah. Saya bingung, kok bisa gini ya? akhirnya baru setengah batang, tu rokok terpaksa saya buang. Sambil menunggu PV pesenan saya dari garut, saya berpindah ke rokok A-Mild. Ga tau kenapa mulut saya jadi ngerasa asing dengan rokok. Jadi inget waktu belajar ngerokok dulu, hambar ga ada rasanya. Begitu PV dari Garut sampai di rumah, saya kembali ke PV dan meninggalkan rokok konvensional.
Efek yang saya rasakan setelah memakai PV sangat mengejutkan. Pernafasan saya sekarang jadi lebih lega, indera penciuman juga jadi lebih tajam. Saya merasa lebih sehat dari sebelumnya. Pakaian saya juga ga bolong-bolong lagi kena api rokok. Mulut ga bau rokok, malah bau buah. Teman kerja saya (yang perempuan) juga ngerasa seneng karena ga jadi perokok pasif lagi di depan meja saya. Uang saya juga ga kebuang untuk beli rokok yang cuman jadi abu dan penyakit. Dan yang jelas saya dah jauh dari racun-racun yang terkandung dalam rokok yang katanya ada lebih dari 4000 macam.
Well, begitulah pengalaman saya bersama Personal Vaporizer dalam 5 bulan ini. Saya berkomitmen untuk terus menggunakannya sebagai pengganti rokok konvensional. Bahkan mungkin berhenti sama sekali. Menurut saya, berusaha menjadi lebih sehat itu lebih baik daripada merusak tubuh secara pelan-pelan.
Kalau mau sehat, keputusannya ada di tangan kita sendiri.
See you… and keep vaping….
SOURCE http://alfiyudiantoro.wordpress.com/

About Pekanbaru Vaporizer Store

Halo semuanya! Pekanbaru Vapor Store memberikan informasi hidup lebih sehat dengan merubah/ mengurangi kebiasaan merokok menjadi vaping. Anda dapat hubungi saya di pkuvaporstore@gmail.com atau sms ke 081221778888
«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar:

Leave a Reply